KORAN-FAKTA.ID – Menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, Majelis Ulama Indonesia (MUI) diminta untuk tetap independen dan tidak terlibat dalam politik praktis. MUI juga diharapkan berperan menjaga keutuhan masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Ketua MUI Kabupaten Garut, KH. Sirojul Munir, kepada awak media, Rabu (11 September 2024).
“Walaupun calonnya anak sendiri, secara pribadi silakan saja. Namun, harus menyatakan cuti, dan jika ada surat cuti dari MUI, baru boleh bergerak atau menjadi tim sukses,” ujar KH. Sirojul Munir.
MUI juga memberikan edukasi kepada para calon kontestan Pilkada, termasuk tim sukses mereka, serta kepada masyarakat Kabupaten Garut yang telah memenuhi persyaratan sebagai pemilih.
“Pertama, kami sampaikan sesuai dengan surat edaran dari kami (MUI) bahwa memilih pemimpin itu wajib hukumnya, bahkan wajib ‘ain, bagi masyarakat yang sudah memenuhi persyaratan sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan KPU, baik dalam urusan Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Jawa Barat maupun Kabupaten Garut,” jelasnya.
Ia menekankan, cara memilih pemimpin menurut ajaran Islam harus berdasarkan ijtihad. “Ijtihad ini dilakukan oleh orang-orang cendekiawan yang memiliki ilmu untuk berijtihad dan menilai calon mana yang lebih baik. Jangan hanya karena pro terhadap seseorang,” lanjutnya.
Menurut KH. Sirojul Munir, orang yang memiliki ilmu, seperti para ulama, dosen, dan akademisi, wajib berijtihad dan hasil ijtihadnya harus dijelaskan kepada umat atau masyarakat. Setelah dijelaskan, masyarakat bebas menentukan pilihannya. Yang penting, para ilmuwan sudah melaksanakan kewajibannya.
“Ijtihad bagi orang yang tidak punya ilmu bisa jadi haram. Golput dan politik uang—baik pemberi maupun penerima—itu hukumnya haram. Itu pokok dasar hukumnya,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa pihak-pihak yang berbeda pandangan atau pilihan, termasuk para kontestan, tetap harus menjaga kondusivitas dan menjalin silaturahmi dengan baik. “Jangan sampai ada perpecahan yang menyebabkan putusnya silaturahmi. Hal itu tidak boleh terjadi karena dapat menimbulkan ketidakharmonisan,” katanya.
“Kita sudah berusaha keras menciptakan Garut yang kondusif. Jangan sampai gara-gara Pilkada, menjadi ramai dan saling menggugat di pengadilan. Itu tidak diharapkan. Jadi, menjaga kondusivitas Garut wajib hukumnya bagi seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya umat Islam saja,” pungkas KH. Sirojul Munir. (J Wan)
Editor: TA